A. IKHWAL ETIKA
Dari sudut pandang Ilmu komunikasi
seorang kahumas adalah komunikator organisasional, bukan komunikator individual
seperti misalnya seorang kiai pemimpin pesantren atau seorang dosen
perguruan
tinggi.
Kahumas bergiat melayani public
sebagai wakil organisasi tempat ia bekerja. Apa yang ia katakan dan ia lakukan
menyangkut nilai dirinya dan citra organisasinya.
Oleh karena seorang organisasional
professional, maka ia harus menjadi sumber kredibilitas (source credibility), dalam
arti kata sebagai seorang professional ia harus dapat dipercaya, beritikad
baik, serta bersikap dan berprilaku terpuji.
Oleh karena seorang professional
organisasional dalamm kegiatannya menyangkut penilaian masyarakat, maka banyak
organisasi yang berkaitan dengan profesionalisme menyusun kode etik yang wajib
dipatuhi oleh para anggota organisasi tersebut. Tujuanya adalah agar para
anggota organisasi bersangkutan mempunyai pedoman untuk bersikap dan berprilku
dalam rangka menjaga citra organisasi.
1. Pengertian etika
Etika dalam pengertian luas atau
dalam bahasa Inggris ethics secara etimologis berasal dari bahasa yunani ethica
yang berarti cabang filsafat mengenai nilai-nilai dalam kaitannya dengan
perilaku manusia, apakah tindakan itu benar atau salah, baik atau buruk, dengan
kata lain etika adalah filsafat moral yang menunjukkan bagaimana seorang harus bertindak.
Etika dalam pengertian sempit atau
dalam bahasa Inggris ethics secara etimologis berasal dari bahasa Latin “ethicus”
atau bahasa yunani “ethicos” yang berarti himpunan asas-asas nilai atau moral.
Etika hanya berkaitan dengan tingkah
laku atau perbuatan, suatu tindakan yang dilakukan secara sengaja dalam keadaan
sadar, sehingga patut dihukum. Bagaimana jenis hukuman dan berat tidaknya
hukuman yang dikenakan bergantung pada tindakan yang dilakukan.
Banyak perbuatan manusia yang
dilakukan denga tidak sengaja atau tidak atas kehendaknya, melainkan otomatis
misalnya memicingkan mata ketika siterpa suatu perangsang, menarik tangan
tatkala memegang benda panas, dan lain sebagainya.
Banyak pula perbuatan manusia yang
dilakukan dengan sengaja atas kehendaknya, seperti mencangkul kebun,
membersihkan mobil, atau membunuh sesorang yang direncanakan.
Etika
tidak membuat seseorang menjadi baik, hanya menunjukkan kepadanya baik atau
buruknya perbuatan orang itu. Meskipun demikian etika turut mempengaruhi
seseorang untuk berperilaku baik dalam arti kata melakukan kewajiban
sebagaimana mestinya dan menjauhi larangan sebagaimana harusnya.
2. Etika
dan Citra
Pentingnya pemahaman
etika bagi para kahumas karena menyangkut penampilanya (profile) dalam rangka
menciptakan dan membina citra(image) organisasi yang diwakilinya.
Dua konsep penting
dari humas tersebut didefinisikan oleh G. Sachs dalam karyanya The Extent and Intention of PR Activities
sbb:
“Citra adalah pengetahuan
mengenai kita dan sikap – sikap terhadap
kita yang mempunnyai kelompok- kelompok kepentingan yang berbeda .
Penampilan adalah pengetahuan
mengenai suatu sikap terhadap kita yang kita inginkan mempunyai ragam kelompok
kepentingan
Dari penjelasan G.
Sach di atas dapat disimak bahwa citra adalah cara dunia sekeliling memandang
kita. Penampilan adalah defenisi kita sendiri dari titik pandang mengenai kita.
Sifat penamilan seelalu berorieentasi ke masa depan, dan citra menimbulkan efek
tertunda (delay effect) serta menjadi subyek berbagai kendala dan gangguan .
Persoalan citra dan
penampilan dikupas oleh G. Sachs dalam kaitanya dengan tugas humas sebagai duta
organisasi yang mengkomunikasikan informasi kepada public. Sehubungan dengan
informasi dan komunikasi itu, timbul beberapa pertanyaan: informasi apa yang
dikomunikasikan, bagaimana mengkomuikasikannya, kapan dikomunikasikannya, siapa
yang mengkomunikasikannya, siapa yang dijadikan sasaran komunikasinnya,dsb.
Dalam hubunganya
dengan citra dan penampilan , tampak bahwa citra dan penampilan tidak pernah
serupa secara tepat. Citra menjadi sasaran factor- factor yang sama sekali di
luar control kita. Mengenai factor- factor yang dapat kita pengaruhi dan yang
mempengaruhi citra kita, jelas bahwa kegiatan mengkomunikasikan informasi,
yaitu cara menyalurkan penampilan kita sangatlah penting karena merupakan
kebijaksanaan informasi
Citra dan penampilan
dalam kaitanya dengan etika dan nilai moral sudah disadari dan dipermasalahkan
sejak lama, sejak humas dikonseptualisasikan , lebih- lebih setelah
didirikanya).
International Public Relation Associatiotion
(IPRA)
IPRA code of ofconduct, yaitu
kode etik atik atau kode perilaku dari organisasi humas internasional itu.
Berikut
ini adalah terjemahan dari ikhtisar kode etik tersebut:
A. Integritas
pribadi dan profesional (standar moral yang tinggi, reputasi yang sehat,
ketaatan pada konstitusi dan kode IPRA)
B. Perilaku
kepala klien dan karyawan
1. Perlakuan
yang adil terhadap klien dan karyawan.
2. Tidak
mewakili kepentingan yang berselisih dan bersaing tanpa persetujuan.
3. Menjaga
kepercayaan klien atau karyawan.
4. Tidak
menerima upah kecuali dari klien atau majikan.
5. Tidak
menggunakan metode yang menghinaklien lain atau majikan lain.
C. Perilaku
terhadap publik dan media
1. Memperhatikan
kepentingan umum dan harga diri seseorang.
2. Tidak
merusak integrasimedia komunikasi.
3. Tidak
menyebarkan secara sengaja informasi yang palsu atau menyesatkan.
4. Memberikan
gambaran yang dapat dipercaya mengenai organisasi yang dilayani.
D. Perilaku
terhadap teman sejawat
1. Tidak
melukai secara sengaja reputasi profesional atau praktek anggota lain.
2. Tidak
berupaya mengganti anggota lain dengan karyawannya atau kliennya.
3. Bekerja
sama dengan anggota lain dalam menjunjung tinggi dan melaksanakan kode ini.
B. PERIHAL
ETIKET
Istilah etiket sebagai terjemahan dari
bahasa Prancis etiquette secara harfiah berarti peringatan, secara
maknawi menurut The Random House Dictionary of the Engglish Language,
berarti persyaratan konvensional mengenai perilaku sosial. Dalam kamus Bahasa
Indonesia etika diartikan sebagai tata cara dalam masyarakat beradab dala
memelihara hubungan baik antara sesama manusia.
Dari definisi di atas dapat dijelaskan bahwa etiket
adalah peraturan, baik secara tidak tertulis mengenai pergaulan hidup manusia
dalam suatu masyarakat beradab. Perkataan “beradab” menunjukkan bahwa seseorang
yang merasa dirinya beradab harus mengenal tata cara hidup dalam pergaulan
dengan manusia lain. Apabila ia tidak peduli akan etiket pergaulan, maka ia
akan dinilai tidak beradab. Lalu timbul pertanyaan, apakah yang dimaksudkan
beradab atau peradaban itu?. Peradaban atau sivilisasi , menurut kamus berarti
suatu keadaan masyarakat manusia yang maju yang telah mencapai taraf
kebudayaan, ilmu pengetahuan, industri dan pemerintahan pada tingkat tinggi.
Dari keterangan diatas jelas bahwa etiket berkaitan
dengan tata cara pergaulan modern yang biasanya dihubungkan dengan kehidupan
bangsa barat yang memang telah mencapai taraf kebudayaan, ilmu pengetahuan,
industri dan pemerintahan yang tinggi. Jadi, perilaku seseorang dalam interaksi
dengan orang lain, dinilai mengenal tidaknya etika pergaulan adalah dalam ukuran
tata cara internasional.
Etiket dalam hal-hal tertentu berkaitan dengan etika
tetapi tidak selalu, sebab etika seperti telah dijelaskan tadi berhubungan
dengan penilaian besar atau salah dan baik atau buruk yang dilakukan secara
sengaja. Seseorang yang berperilaku tidak etis dalam arti kata tidak
mempedulikan etika adalah yang menyinggung perasaan orang lain, kelompok lain,
atau bangsa lain, karena tindakannya dilakukan dengan sengaja.
Etiket tidak demikian. Seseorang yang tidak tahu etiket
tidak dapat dinilai tidak etis. Etiket berfungsi membuat seseorang dinilai
beradab sebagaimana disinggung diatas. Demikianlah, maka dalam pergaulan modern
dikenal etiket berpakaian, etiket maka, etiket minum, etiket menelepon, etiket
duduk, etiket bertamu, dan lain sebagainya.
Di negara modern seperti Amerika sudah biasa, jika ada
restoran yang menolak pengunjungnya tanpa dasi; ada kalanya didekat pintu depan
disediakan sejumlah dasi bagi para pengunjung yang memerlukan.
Etiket umumnya menyangkut perilaku seseorang yang dinilai
tidak baik atau buruk tanpa merugikan orang lain. Misalnya seperti seorang pria
yang menggandeng istrinya atau pacarnya sebelah kiri, kencing di tepi jalan
ramai, menggunakan tusuk gigi sesudah makan dalam sebuah restoran, memaki-maki
istri ditempat ramai, dan lain sebagainya. Namun etiket yang buruk akan
menimbulkan persepsi buruk dari orang lain. Maka timbullah kata-kata ejekan
seperti: kampungan, orang udik,kuper dll.
Apabila seseorang berperilaku dengan sengaja merugikan
atau menyinggung perasaan orang lain , maka itu dinilai sangat tidak etis. Akan
tetapi, meskipun khalayak tidak secara terang-terangan dirugikan oleh perbuatan
seseorang, jika tindakan orang itu menyinggung rasa manusiawi, peristiwa
seperti ini menyangkut penilaian etis atau tidak etis.
Contoh:
Tindakan seorang suami yang
menyiksa istrinya sendiri, seorang ayah yang memperkosa anaknya sendiri ,
bahkan seorang yang menyiksa kucingnya sendiri.perbuatan orang ini tidak akan
di biarkan oleh masyarakat.
Adakalanya
perilaku seseorang yang menyingung rasa manusiawi khalayak dapat menimbulkan
hura – hura yang pada gilirannya mengundang tindakan pemerintah. Contohnya
,pada kasus tabloid monitor,yang menimbulkan kemarahan pada masyarakat islam
karena tersingung rasa keagamaanya akibat berita yang merendahkan martabat Nabi
Muhammad saw. Maka di cabutlah SIUOPP-nya yang artinya dihentikan
penerbitannya.
Jadi
paparan di atas merupakan isyarat bagi para kehumas betapa pentingnya etika dan
etiket dalam melaksanakan tugasnya , sebab penampilannya menyangkut citra
organisasi yang diwakilinya.
Seorang
direktur pendidikan humas yang bernama Kolonel William P. Nickols. Dia pernah
mengatakan pentingnya penjagaan citra organisasi yang menjadi tanggung jawab
humas yaitu : “ humas adalah ibarat cermin yang anda pegang di depan organisasi
anda sehingga anda, organisasi anda yng anda wakili,dan publik, dapat melihat
segala sesuatu yang tampak pada cermin tersebut. Jika cermin itu retak, kotor
dan banyak goresan, akan memantulakn gambaran atau citra yang rusak dari wajah
organisasi anda yang sebenarnya.akan tetapi, apabila cermin itu bersih
cemerlang akan memperlihatkan wajah organisasi anda yang sebenarnya pula,
terang dan jelas. “
Jadi humas di
ibaratkan cermin. Dan yang bertugas memelihara dan bertanggungjawab atas
kebersihan cermin itu adalah kahumas beserta para petugas yang dipimpinnya
dengan cara senantiasa menjaga etika dan etiket dalam pergaulan hidup sehari –
hari, baik dengan public internal maupun publik eksternal.
C.
MASALAH PROTOKOL
Secara etimologi
protocol berasal dari bahasa latin yaitu protocoll dan bahasa yunani
protocollon. Pada mulanya istilah protokol berarti halaman pertama yang
dilekatkan pada sebuah manuskrip atau naskah. kemudian pengertiannya semakin
luas , tidak hanya sekedar halaman utama dari suatu naskah, melainkan
keseluruhan naskah yang di isinya terdiri dari catatan ,dokumen, persetujuan,
perjanjian, dan lain-lain dalam lingkup selain nasional, juga internasional.
Dalam perkembangan
selanjutnya protocol berarti kebiasaan-kebiasaan dan peraturan-peraturan yang
berkaitan dengan formalitas, tata urutan, dan etiket diplomatic. Masalah yang
paling penting dalam kegiatan protocol, yakni mengenai preseance.
Preseance sebagai
istilah bahasa perancis atau dalam bahasa inggris precedence berarti urutan:
urutan ini adalah dalam prioritas, siapa yang berhak lebih dahulu.
Yang berhak untuk
didahulukan dalam hal ini adalah seseorang karena jabatannya atau pangkatnya
termasuk golongan Very Important Person yang disingkat V.I.P).
Yang
termasuk V.I.P. sifatnya resmi, misalnya menteri, ketua DPR/MPR, Ketua DPA,
duta besar, gubernur, panglima, dan lain-lain. Yang termasuk V.I.C sifatnya
tidak resmi misalnya seorang pangeran, bangsawan, ningrat, dan sebagainya.
1. Pedoman Preseance
A. Aturan
dasar preseance
1) Orang yang dianggap paling penting
adalah yang paling depan atau yang mendahului.
2) Jika orang-orang duduk atau berdiri
berjajar, yang paling penting adalah mereka yang disebelah kanan.
B.
Aturan umum tata tempat
1) Jika menghadapi meja, maka yang
dianggap tempat pertama adalah yang menghadap pintu keluar, sedangkan tempat
terakhir adalah yang paling dekat pintu keluar.
2) Dalam pengaturan tempat suatu jajaran
(dari sisi ke sisi), yaitu bila orang-orang itu berjajar pada garis yang sama,
maka tempat sebelah kanan diluar atau tempat paling tengah adalah yang pertama,
bergantung pada situasinya:
A. Bila dua orang, yang kanan
adalah yang pertama (2,1).
B. Bila tiga orang, yang tengah
adalah yang pertama (3,1,2).
C. Bila empat orang, urutannya
adalah 4,3,1,2.
D. Bila lima orang, urutannya
adalah 5,3,1,2,4.
E. Bila enam orang atau lebih,
urutannya berprinsip sama menurut jumlahnya, apakah ganjil atau genap.
3) Urutan tempat duduk diatur menurut
pedoman seperti berikut:
A. Yang diutamakan adalah tempat yang
paling tinggi( bergantung pada ruangan dan/atau meja)
B. Berikutnya diatur secara berurutan
berdasarkan letak tempat sebelah yang utama, setelah kanan merupakan urutan
nomor dua, sebelah kiri urutan nomor tiga.
C. Tata
urutan dalam kendaraan
1) Kapal terbang
Yang dianggap utama adalah mereka
yang paling akhir menaiki pesawat terbang, sedangkan waktu turun mereka
dijadikab urutan pertama.
2) Kapal laut
Dalam kapal laut yang paling
terhormat adalah yang lebih dahulu naik, demikian pula ketika turun mereka
merupakan urutan pertama pula.
3) Kendaraan darat (mobil, kereta api)
·
Pada prinsipnya orang yang dinilai
paling terhormat naik terlebih dahulu, demikian pula ketika turun. Tetapi
apabila kendaraan tidak mungkin diatur, sehingga orang yang dihormati tidak
dapat naik ke dan turun dari kendaraan di tempat yang memang sudah disediakan,
maka kejadian seperti itu.
·
Dalam hubungannya dengan letak kendraan
pada waktu berangkat, kendraan dihadapkan kekiri.
·
Jika kursi belakang dalam mobil/kereta
diduduki tiga orang , maka orang yang paling terhormat duduk paling kanan,
sedangkan orang urutan ketiga duduk di tengah.
·
Apabila mobil/kereta dimungkinkan untuk
diduduki lima atau enam orang karena ada tambahan tempat duduk, maka bak paling
tengah diduduki orang yang paling muda, sedangkan yang lebih tua duduk di
sebelah kanan dan kiri.
·
Kalau bak tengah diduduki hanya oleh
seorang yang muda, maka agar tidak menutupi pandangan orang yang duduk di
tempat terhormat, sebaiknya bak tengah sebelah kanan dikosonkan.
d.
Tata urutan kedatangan tamu dan kepulangan
Sebagai
pedoman umum peristiwa-peristiwa resmi orang yang paling dihormati selalu datang paling akhir dan pulang paling
duluan.
2. Preseance Negara
a. tata
urutan pejabat negara R.I. sipil-militer
tata
urutan atau preseance negara banyak bersangkutan dengan tata tempat bagi
para pejabat negara sipil-militer pada upacara kenegaraan/pertemuan resmi,
untuk menentukan tata urutan bagi
seseorang atau golongan dianbil sebagai dasar:
1. Kedudukan
ketatanegaraan,
2. Kedudukan
administratif,
3. Kedudukan
sosial,
4. Hal-hal
mengingat kesempatan, tempat, dan waktu.
Menurut surat keputusan presiden
R.I. No. 265 Tahun 1968, tata urutan para pejabat negara sipil-militer adalah
sebagai berikut:
a) 1. Presiden/Wakil Presiden,
2.
Ketua MPR,
3.
Kereta DPR,
4.
Ketua Mahkamah Agung.
5.
Ketua Dewan Pertimbangan Agung
6. Ketua
Badan Pemeriksa Keuangan
b) 1. Menteri (Negara); wakil-wakil ketua, MPR,
DPR, MA, DPA, BPK, Jaksa Agung; Duta
Besar RI; sekretaris negara, Gebuernur Bank sentral.
2. Panglima angkatan; kepala staff Hankam;
wakil-wakil panglima angkutan
3. Ketua Muspida Jaya Jakarta Raya;
Gebuernur DKI Jakarta raya.
c)
1. Para anggota MPR, DPR, DPA, BPK, Hakim anggota MA; para
kepala/ketua/direktur lembaga-lembaga non departemen yang laiinya yang tidak
tersebut pada butir b); para sekeretaris sekneg; para sekjen, irjen departemen;
para aspri presiden; para deputi bapenas; para gubernur pengganti Bank sentral;
para deputi jaksa agung; para sekretaris umum MPR/DPR/DPA/BPK; dan panitera MA.
2. para deputi dan irjen hankam; geburnur
lemhanas; danjen AKBARI; para pangko utama hankam; deputi dan irjen panglima
angkatan; para anggota muspida jaya; para ass. Hankam dan angkatan;
pangkostrad; pankoarsam; pangkoops.
3. Para pejabat negara sipil-militer
dep./lembaga-lembaga negara berpangakt IV/d ketas; dan para pangti ABRI
d) para pejabat sipil-militer dep./ lembaga
negara berpangkat IV/a samapi dengan IV/c; para pamen ABRI
e) dalam hal pejabat tersebut berhalangan
hadir pada upcara pertemua resmi, maka tempat mereka tidak diisi oleh mereka
yang mewakilinya, sedang yang mewakilinya itu mendapat tempat sesuai dengan
kedudukan menurut ketentuan tata tempat sebagaimana diatur dalam butir a)-d) atas
f) dalam hal pejabat negara yang mengahadiri
suatu upacara/pertemuan resmi memangku jabatan yang lebih dari satu yang tidak
sama tingkatannya, maka berlaku baginya tata tempat untuk jabatan yang
tertinggi.
g) apabila dalam salah satu acara dipandang
perlu mengundang ketua/wakil ketua partai politik, ormas, kesatuan aksi, maka
kedudukan mereka adalah dalam kategori c).
b. Tata urutan perwakilan asing
1)
duta besar/kepala perwakilan asing bila diundang pada upacara kenegaraan atau
resepsi nasional, berhak mendapat tempat kehormatan yang utamadiantara para
pejabat negara.
2)
di negara-negara perwakilan asing ditempatkan setelah para keluarga atau
istana, sedangkan dinegara-negara republik tidak dikenal preseance yang
seragam, tetapi biasanya setelah 4 atau 6 pejabat tetinggi negara.
3)
di Indonesia perwakilan asing diatur secara praktis sesuai dengan tempat dan
peristiwa. Sekadar sebagai patokan para duta besar Indonesia diberi preseance
setingkat dibawah menteri dan wakil ketua lembaga negara tertinggi.
4)
berkenaan dengan perwakilan asing, menteri luar negri diberi tata urutan
mendahului menteri-menteri lain, karena melalui beliaulah hubungan dengan
negara-negara lain diselenggrakan.
Itulah
ikhwal etika, perihal etiket, yang semuanya menyangkut penampilan kahumasan
beserta para pehumas sehubungan dengan citra organisasi yang diwakilinya, yang
senantiasa harus dibina.
Belum ada tanggapan untuk "Etika, Etiket, dan Protokol dalam Kegiatan Hubungan Masyarakat"
Post a Comment